SAR FLAVONOID TERPRENILASI PART II
LANJUTAN SAR FLAVONOID (Structure activity relationship of flavonoid) TERPRENILASI
Flavonoid adalah sekelompok senyawa alami dengan struktur fenolik variabel dan ditemukan pada tumbuhan.
Flavonoid kimiawi didasarkan pada kerangka lima belas karbon yang terdiri dari dua cincin benzena (A dan B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 ) yang dihubungkan melalui cincin piran heterosiklik (C). Mereka dapat dibagi menjadi berbagai kelas seperti flavon (misalnya, flavon, apigenin, dan luteolin), flavonol (misalnya, quercetin, kaempferol, myricetin, dan fisetin), flavanon (misalnya, flavanone, hesperetin, dan naringenin), dan orang lain. Struktur umum mereka ditunjukkan pada Tabel 1 . Berbagai kelas flavonoid berbeda dalam tingkat oksidasi dan pola substitusi cincin C, sedangkan senyawa individu dalam satu kelas berbeda dalam pola substitusi cincin A dan B
Flavonoid terjadi sebagai aglikon, glikosida, dan turunan termetilasi. Struktur flavonoid dasarnya adalah aglikon (Gambar 1 ). Cincin beranggota enam yang dipadatkan dengan cincin benzena adalah Ī±- piron (flavonol dan flavanon) atau dihidroderivatifnya (flavonol dan flavanon). Posisi substituen benzenoid membagi golongan flavonoid menjadi flavonoid (2 posisi) dan isoflavonoid (3 posisi). Flavonol berbeda dari flavanon dengan gugus hidroksil pada posisi 3 dan ikatan rangkap C2-C3 [ 40]. Flavonoid sering terhidroksilasi pada posisi 3, 5, 7, 2, 3 ′, 4 ′, dan 5 ′. Metil eter dan asetil ester dari gugus alkohol diketahui terjadi di alam. Ketika glikosida terbentuk, hubungan glikosidik biasanya terletak di posisi 3 atau 7 dan karbohidrat dapat berupa L-rhamnose, D-glukosa, glukorhamnosa, galaktosa, atau arabinosa
Flavonoid adalah salah satu golongan fenol alam
terbesar yang terdapat pada semua tumbuhan hijau dan
merupakan metabolit sekunder yang menunjukkan
berbagai khasiat(1). Flavonoid terdapat dalam
tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai
dalam bentuk tunggal dalam jaringan tumbuhan(2).
Telah dilaporkan bahwa senyawa turunan fenol
merupakan kandungan utama genus Morus yang
diantaranya mempunyai aktivitas sebagai antioksidan,
antitumor, antiinflamasi, antimalaria, antihipertensi
dan antivirus. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
(Ferlinahayati, 2012), dalam murbei hitam (Morus
nigra) yang merupakan salah satu tanaman murbei
di Indonesia mengandung senyawa flavon terprenilasi
yaitu morusin(3).
Daun murbei (Morus alba L.) banyak mengandung
senyawa kimia seperti flavonoid seperti rutin,
moracetin, isoquarsetin, senyawa polifenol dan
saponin. Daun murbei merupakan salah satu
tanaman yang dimanfaatkan dalam masyarakat untuk
mengobati berbagai penyakit seperti demam, batuk,
sakit kepala, darah tinggi, kencing manis, kaki gajah,
sakit kulit dan gangguan pencernaan(4,5,6,7,8).
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan
penelitian untuk mengetahui dan mengidentifikasi
jenis senyawa flavonoid yang terdapat dalam daun
murbei menggunakan metode spektrofotometri
ultraviolet-cahaya tampak. Penelitian yang dilakukan
meliputi penapisan fitokimia terhadap serbuk
simplisia, pembuatan ekstrak daun murbei dengan
cara maserasi menggunakan pelarut metanol(9).
Kemudian ekstrak metanol dipartisi berturut-turut
dengan menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat
dan n-butanol, terhadap ekstrak n-butanol dilakukan
isolasi flavonoid secara kromatografi kertas preparatif
dan identifikasi isolat menggunakan spektrofotometer
ultraviolet-cahaya tampak.
Senyawa flavonoid
terprenilasi merupakan metabolit sekunder utama yang terdapat dalam genus Artocarpus.
Flavonoid yang terdapat dalam genus Artocarpus terdiri dari calkon, flavanon, dan flavon.
Cincin B teroksigenasi pada posisi C-4’ atau C-2’, C-4’ atau C-2’, C-4’, C-5’. Sedangkan
Intsia merupakan salah satu genus dari famili Leguminosae. Senyawa flavon terprenilasi baik oleh gugus isoprenil atau geranil yang telah diisolasi
dari tumbuhan Artocarpus cukup banyak. Prenilasi terutama pada cincin A (C6 dan C8) dan
posisi C3.
Genus Artocarpus merupakan tumbuhan yang kaya akan senyawa fenol
termasuk senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid yang mengandung gugus prenil
pada C-3 merupakan senyawa utama yang terdapat dalam semua spesies
Artocarpus (Suhartati & Yandri, 2007). Keunikan struktur metabolit sekunder yang
terdapat pada Artocarpus memiliki efek yang sangat luas seperti pada sitotoksik sel
murine leukemia P-388 (Suhartati & Yandri, 2007).
Spesies tumbuhan genus Artocarpus yang tumbuh di Indonesia salah satunya
adalah Artocarpus lanceifolius Roxb atau sering dikenal sebagai keledang.
Artocarpus lanceifolius Roxb merupakan tumbuhan endemik provinsi Sumatera
Barat, Indonesia. Berdasarkan literatur yang telah dilakukan, Artocarpus
lanceifolius Roxb dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik sel murine leukemia P388 (Hakim et al, 2002). Aktivitas biologis erat kaitannya dengan metabolit
sekunder yang terdapat didalam tumbuhan tersebut dalam hal ini senyawa flavonoid
terprenilasi. Keledang dilaporkan memiliki senyawa flavonoid terprenilasi dari
kerangka senyawa flavanon dan flavon.
Permasalahan :
1. Flavonoid terprenilasi umumnya terkandung dalam tanaman keledang. Keledang dilaporkan memiliki senyawa flavonoid terprenilasi dari
kerangka senyawa flavanon dan flavon.Berdasarkan literatur yang telah dilakukan, Artocarpus
lanceifolius Roxb (tumbuhan keledang) dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik sel murine leukemia P388. Bagaimana kandungan aktivitas sitotoksik sel murine leukemia P-388 dan
pengaruh struktur senyawa flavonoid terprenilasinya terhadap aktivitas
sitotoksik pada tumbuhan keledang (Artocarpus lanceifolius Roxb)?
Komentar
Posting Komentar